Gila,demi uang nekat jualan sate di kuburan Banyak cara orang untuk mencari kekayaan baik yang halal dan haram, Disini penulis akan bercerita dengan memakai sudut pandang Aku dalam dongeng ini, tapi bukan penulis yang mengalaminya.
saya bekerja di pemasaran media cetak, menyerupai majalah, tabloid dan koran.usaha ini memang cukup menguntungkan bagi kami,ya setidaknya cukup untuk kelangsungan hidup kami sekeluarga.Namun sehabis merebaknya media online, yang bissa dibaca lewat hand phone, menciptakan penghasilanku
menurun,mungkin lantaran semakin banyak orang membaca informasi ataupun mencari informasi via internet atau media online yang dirasa lebih mudah dan cepat.
Walaupun begitu saya masih untung masih ada media cetak yang terbit secara terencana menyerupai tabloid dan majalah, sehingga usahaku masih berjalan dan bertahan.Namun saya masih teteap bersyukur lantaran melalui bismis ini teman, dan kenalan saya bertambah banyak dan pergaulanku semakin luas.
Dari pergaulan yang luas itu pada suatu hari saya berkenalan dengan Herman, salah satu pebisnis barang-barang bertuah menyerupai Bambu pethuk, samurai, uang kuno, kol buntet, kerikil akik, dan jenglot.
Dari ceritanya yang semenarik itu, menciptakan saya tertarik untuk mengikuti bisnisnya, alasannya kelihatannya menjanjikan perubahan nasibku, untuk mencapai kekayaan. Saya pun mulai terjun dan terlibat bisnis ini, menyerupai mencari pembeli maupun mencari barang-barang bertuah.
Hampir setiap hari saya dan herman pergi keluar kota untuk memperlihatkan dan membeli barang-barang bertuah, yang padahal harganya puluhan juta rupiah,sehingga teraksa menguras uang tabungan saya dari hasil perjuangan media cetak, Namun bertahap tabungan saya hasilnya habis. Baru belakangan ini gres saya ketahui herman ini ternyata salah satu sindikat penipuan dengan modus barang bertuah.
Herman dan teman-temannya,berulang kali meminta transfer uang kepadaku dengan dalih untuk menemui pembeli barang bertuah, ketika saya tidak bisa pergi bersama untuk mengantarnya. Yang mana para calon pembeli selalu ada di kota-kota besar entah di jakarta, bandung, surabaya, semarang, dan kota-kota lain yang jauh dari daerah tinggalku.
Entah kenapa masih terbuai angan-angan yang belum terbukti menjadi kenyataan, Barang yang saya beli dengan harga puluhan juta rupiah berharap mendapat imbalan hasil milyaran rupiah tidak satupun yang terbukti. Banyak alasan yang herman dan temannya katakan diantaranya samurainya gagal tes tidak bisa memotong paku lah, bambu pethuknya kurang baguslah, yang terang pandai-pandainya mereka beralasan.
Akhirnya saya mengalami pailit,dan kebangkrutan, belum lagi menanggung hutang jutaan rupiah. serta barang-barang miliku terjual habis menyerupai kendaraan beroda empat dan akta rumah juga telah digadaikan sebagai jaminan hutang uang di Bank. Untuk menghidupkan perjuangan media cetak saya yang sudah hancur. Karena sudah terlanjur berair tercebur di jurang kenistaan menciptakan ragaku limbung,pikiran dan jiwaku kalut,membuatku depresi berat.
Suatu malam saya berjalan kaki menyusuri tempat-tempat sepi, melepaskan diri dari hiruk pikuk dan keramaian untuk mencari jalan hidup dan penghidupanku yang mengalami kebangkrutan. Tanpa terasa perjalanan yang saya tempuh sudah begitu jauh dan melelahkan, hingga saya terperosok di tengah makam terdapat flora pohon Preh besar, pohon itu tumbuh liar dan besar-besar disana-sini tidak beraturan di hamparan pemakaman yang tidak begitu luas, yang dipenuhi kerikil nisan tampak lama dan berdekatan.
Dibawah pohon preh yang begitu besar itu saya duduk termenung, pikiranku bergolak tidak menentu menyesali langkahku yang salah dan tertipu. Ditengah lamunanku tiba-tiba saja muncul makhluk tinggi besar, tubuhnya di penuhi bulu-bulu hitam, matanya merah dengan sorot yang tajam, menatapku dengan bengis dan tidak bersahabat, saya pun seketika ketakutan,berkeringat dingin, diantara rasa takutku yang jago itu, tiba-tiba saja ia mengeluarkan bunyi yang menggelegar.
Sosok misterius menyerupai gendruwo itu mengeluarkan wangsit supaya saya mencari burung engkak (burung menyerupai gagak, berbulu hitam, tetepi tubuhnya lebih kecil dan paruhnya merah), untuk tumbal ritual pesugihan danyang di makam wulung ini. Tanpa berpikir panjang saya beranjak dan bergegas pulang.
Namun, meski di sudut-sudut pasar burung telah ditelusuri tidak ada pedagang yang menjajakan burung tersebut,y ang belakangan diketahui ternyata burung engkak termasuk burung dilindungi. Karena saking risaunya saya menghubungi herman lewat telepon, padahal sehabis herman dan sindikatnya telah menipuku,kabur dan tidak tau kemana rimbanya.Untung saja Herman mau mengangkatnya, lewat telepon saya tanyakan Penjual gelap burung engkak yang dimaksud dan yang wulung tersebut.saya sengaja menentukan menghubungi herman lantaran ia berpangalaman bergerak di dunia hitam.
Dari herman saya disuruh mendatangi sebuah desa di bukit terpencil di jawa timur. Didesa tersebut harus menemui mbah salam,s alah seorang dukun yang juga menjual burung engkak, disana mbah salam juga memberi informasi bagaimana cara melaksanakan ritual pesugihan dengan tumbal seekor burung engkak yang saya maksud. Burung sekecil itu saya beli dengan harga tujuh juta rupiah
Saya pribadi melanjutkan perjalanan menuju makam wulung untuk meraih mimpi kehidupan.
Tepat tengah malam anggoro kasih saya sudah hingga di bawah pohon preh yang ketika itu. Disana saya menyembelih, menguliti, dan mencincang daging burung engkak menusuknya menjadi 9 tusuk,dengan berlandaskan kerikil bata dan kayu,kemusian saya bakar sate burung engkak tersebut tanpa bumbu.
Aroma busuk bau dan anyir yang berasal dari daging burung engkak ini menyengat dihidungku, yang rupanya aroma bakaran sate ini merangsang penciuman gendruwo danyang makam wulung yang waktu itu menemuiku. Buktinya tanpa diketahui dari mana datangnya, Gendruwo itu sudah ada dihadapanku dan mencoba merebut paksa sate daging burung dari tanganku, untung saya segera tanggap, sate itu saya saut dan digenggam erat-erat
Dari perebutan tadi terjadilah obrolan perjanjian antara saya dan danyang makm wulung ini. Gendruwo meminta sate burung engkak untuk ditukarnya dengan selembar uang kertas senilai seratus ribu rupiah sehabis ia asmak untuk jimat pesugihan.setelah perjanjian itu disetujui "jual beli"terjadi. Lantas gendruwo itu pun menghilang bersama dengan bunyi kokok ayam jantan bersautan, menunjukan hari sudah pagi.
Saya melangkah pulang membawa pulang jimat uang selembar ratusan ribu rupiah. sesampainya dirumah uang itu saya masukan kedalam kantong mori berwarna putih bersama seuntai bunga kantil yang harus diganti setiap malam anggoro kasih. Anehnya setiap uang itu di belanjakan, untuk membeli uang itu selalu kembali kedalam kantong mori tadi. Sementara saya tetap mendapat uang kembalian dari pemilik toko atau warung tersebut.dengan begitu bertahap uang yang diperoleh berangsur-angsur bertambah banyak. Alhasil bisa menutupi hutang-hutang yang menumpuk dan modal mendirikan bisnis media cetak kembali kuperoleh.
Dengan berjalannya waktu dan berkembangnya usahaku,sesekali dijiwaku terbesit rasa bingung dan resah. Kekayaan yang saya peroleh ini diraih dari cara ghaib bertumbal sate burung engkak secara sah. Tapi disisi lain benakku membisikkan, saya terus mencuri uang dari para pedagang-pedagang yang saya beli dari jimat uang danyang makam wulung, sehingga mmbuahkan dosa yangbertumpuk-tumpuk. Lalu, apa uang itu harus saya larung, saya kembalikan di makam itu, Tetapi kadang pikiranku berubah dan hatiku yang paling dalam berontak lantaran uang jimat itu diperoleh dari hasil jual beli yang berarti sah-sah saja. artinya pesugihan yang diperoleh tidak bertumbalkan jiwa atau nyawa menyerupai pesugihan lain, tapi entahlah
Pesan penulis: jikalau harta yang kita peroleh dari hasil halal niscaya akan menciptakan hati tenang dan damai, jadi bekerjalah yang halal
0 komentar:
Posting Komentar