Cerita Pengalaman Mengkhitan Anak Hantu

Namaku Sidik Susanto, usiaku 73 tahun.  Aku tinggal di sebuah desa di Jombang, Jawa Timur. Dulu, pekerjaanku ialah sebagai “calak” atau juru khitan. Waktu itu belum banyak dokter ibarat ketika ini sehingga untuk khitan, masyarakat di desa masih memakai jasa calak atau juru khitan.  Pengalamanku sebagai juru khitan yang tak pernah saya lupakan ialah ketika mengkhitan anak hantu.  Peristiwa itu terjadi sekitar tigapuluh dua tahun yang lalu, tepatnya tahun 1981 bulan Dzulhijjah.  Berikut ini ialah Cerita Pengalaman Mengkhitan Anak Hantu.

Saat itu, hari Senin, sekitar jam 8 malam, datanglah seorang lelaki ke rumahku.  Sebagai orang desa, tentu saya mengenal hampir semua warga desaku, namun lelaki itu saya gres kali itu melihatnya.  Usianya sekitar 30 tahunan.  Setelah saya persilakan masuk dan duduk, akupun bertanya siapa beliau dan apa maksud kedatangannya.  Lalu beliau mengutarakan maksud kedatangannya ialah untuk memintaku mengkhitan anaknya.


 “ya pak, nama saya Jupri. Saya dari kampung sebelah. Saya tiba ke sini untuk minta tolong pak Sidik untuk mengkhitan anak saya besok malam Jum’at jam 11 Malam. Apa pak Sidik bisa?”, tanya Jupri kepadaku.

Aku melongo sejenak untuk mengingat barangkali saya ada akad dengan orang lain pada malam Jum’at, sesudah saya yakin saya tidak ada akad dengan orang lain, kemudian saya menjawab “ya, Insyallah saya bisa”.  “Lalu siapa nama anaknya dan umur berapa?”, tanyaku kemudian.

“nama anak saya Sahlan, umurnya 8 tahun pak”, jawab Jupri,
“baiklah, malam Jum’at jam 11 malam saya akan ke rumah di Jupri.  Tapi dik Jupri tinggalnya dimana?”, kataku sambil bertanya kepadanya.
“Alhamdulillah, terimakasih bila pak Sidik bersedia. Biar besok malam Jum’at saya jemput saja, biar tidak kesasar-sasar (tersesat) pak”, jawab Jupri.
“baiklah bila begitu”, kataku.
“saya kira sudah cukup pak dan saya mohon pamit”, kata Jupri sambil menjabat tanganku sambil mengucapkan kemudian berjalan keluar.  Aku menjawab salamnya dan mengantarkannya hingga pintu pagar kemudian saya kembali masuk rumah.

Aku duduk kembali di dingklik tamu, dan saya gres sadar bahwa ada sesuatu yang aneh. “Kok aneh, ada orang mengkhitankan anaknya tengah malam ya”, pikirku. “ah, biarkan sajalah, malam juga tidak apa-apa. Mungkin itu waktu yang dikasih oleh orang bau tanah atau orang cendekia atau berdasarkan perhitungannya”, kataku dalam hati menepis keherananku.

Hari yang telah kami sepakati telah tiba. Jam 10 malam saya sudah siap melakukan tugasku, begitu pula dengan sepeda onthel kesayanganku siap mengantarkanku . Aku duduk di teras rumaku sambil merokok dan minum kopi untuk menunggu Jupri yang katanya mau menjemputku.  Akhirnya, sempurna jam 10.30 malam Jupri tiba menjemputku dengan memakai sepeda onthel.

Lalu saya bangun dan mengambil sepeda onthel kesayanganku. Jupri dengan sepedanya berjalan duluan sebagai penunjuk jalan.  Tak berapa lama, saya sudah keluar dari gerbang desaku. Jupri belok kanan mengarah ke jalan raya, kemudian belok  kiri, saya mengikutinya saja, tapi rasa heran timbul di pikiranku, saya merasa saya melalui jalan yang belum pernah saya lalui, jalannya kecil, hanya cukup untuk bersimpangan dua sepeda, tapi jalannya bagus.  Di kiri dan kanan jalan itu berderat rumah yang diterangi lampu minyak dengan sinarnya yang temaram.

“kok aneh, ini jalan kemana ya, perasaan gres kali ini saya lewat jalan ini”, kataku dalam hati.

sesaat kemudian Jupri menghentikan sepeda onthelnya di depan sebuah rumah dengan pintu terbuka dan penerangan yang cukup sebab memakai lampu petromax, kemudian menuntun sepeda onthelnya memasuki halaman rumah itu dan memarkirnya di halaman rumah itu.  Akupun mengikutinya.

“Ini rumah saya, silakan masuk pak”, kata Jupri. Akupun mengikutinya masuk.  Rupanya di dalam ruang tamu sudah banyak orang yang menunggu kedatangan kami. Tak satupun dari mereka yang saya kenal.  Akupun memberi salam hormat kepada mereka.

Setelah basa-basi sebentar, saya mengikuti Jupri masuk kamar kawasan anaknya yang mau dikhitan. Seorang anak usia 8 tahun tidur di atas meja telah siap dikhitan, dan saya melakukan tugasku sebagaimana biasanya.  Setelah simpulan dan menunjukkan pesan-pesan kepada Jupri dan istrinya, akupun berpamitan. Saat bersalaman, Jupri memberiku selembar amplop sebagai upahku. Lalu saya pulang dengan diantar kembali oleh Jupri. Setelah hingga di rumah, sebab malam sudah larut, saya segera membersihkan tubuh kemudian tidur.

Pagi harinya, saya mencicipi ada sesuatu yang aneh. Aku sama sekali belum pernah tahu jalan yang saya lalui semalam, padahal bersambungan dengan jalan utama desaku.  Untuk menghilangkan rasa penasaranku, akupun segera mengayuh sepeda onthelku mencari jalan yang semalam saya lalui. Aku yakin masih ingat. Aku sangat kaget ketika tiba di kawasan saya belok kiri, ternyata kebun pisang, dan di seberang kebun pisang itu ialah kawasan pemakaman.

“berarti semalam saya mengkhitan anak hantu”, kataku dalam hati, kemudian saya bergegas pulang dan membuka amplop yang diberi oleh Jupri, ternyata isinya ialah selembar daun bunga kamboja. “ya, berarti benar, semalam saya memang mengkhitan anak hantu”, kataku dalam hati.

“Yah, tidak apalah, mereka juga makhluk Allah yang menjalankan perntah-Nya untuk khitan. Semoga nanti anak itu menjadi anak shaleh”, kataku berdo’a dalam hati.

Demikianlah Cerita Pengalaman Mengkhitan Anak Hantu, terimakasih telah membacanya dan semoga sanggup menghibur anda.