Cerita Janjkematian Pemburu Batara Karang

Foto Batara Karang

. Cerita Kematian Pemburu Betara Karang. Kisah Tragis kematian Anggota Kawanan Pemburu Batara Karang ini diangkat dari suatu insiden faktual yang dialami oleh satu kawanan pemburu Batara Karang yang terjadi sepuluh tahun yang kemudian dimana ketika itu sedang ramai dibicarakan ihwal bisnis sewa menyewa Batara Karang.  Batara Karang diyakini sanggup dimanfaatkan atau disuruh untuk memindahkan uang secara mistik dari suatu gudang uang ke tempat lain yang dituju.  Karena itulah, ketika itu marak bisnis sewa menyewa Batara Karang sehingga empat orang kawanan tersebut berburu Batara Karang.

Batara Karang yakni makhluk berbentuk ibarat manusia, tingginya kira-kira sejengkal, berambut dan berkuku panjang.  Konon, Betara Karang yakni berasal dari insan yang mempunyai ilmu kasaktian yang berjulukan ilmu Batara Karang, yang telah mati ratusan tahun yang lalu.Berikut yakni Cerita Kematian Pemburu Batara Karang.

Malam Jum’at pukul 20.30, empat orang laki-laki, sebut saja namanya Senin, Selasa, Rabu dan Kamis, mengendarai sebuah kendaraan beroda empat minibus hingga di sebuah dusun kecil di tempat Sukabumi.  Di pinggir jalan, kendaraan beroda empat mereka berhenti.  Mereka keluar meninggalkan mobil.  Mereka berjalan menuju sebuah pemakaman bau tanah yang konon terdapat sepasang Batara Karang tinggal di pemakaman bau tanah itu. Lokasi pemakaman itu cukup jauh dari perkampungan, sekitar 2 kilometer.  Tidak ada jalan lain menuju pemakaman bau tanah itu selain melalui pematang sawah yang ada d areal persawahan yang memisahkan perkampungan dengan komplek pemakaman itu.

Mereka berjalan dalam kegelapan meniti pematang ditemani lampu senter sebagai alat penerang jalan.  Setelah satu setengah jam perjalanan, sampailah mereka di pintu gerbang pemakaman bau tanah itu yang berupa dua batang pohon besar yang menciptakan pemakaman bau tanah itu terkesan sangat angker. Mereka memasuki pemakaman itu, mereka menyorot areal pemakan itu dengan lampu senter yang mereka bawa. Mereka sanggup melihat sebuah cungkup, satu-satunya cungkup  yang ada di pemakaman itu.  Lalu mereka mengarahkan semua lampu senter mereka ke arah cungkup itu.  Keanehan mulai terjadi,  semua senter mati.  Merekapun saling pandang.

Lalu mereka berpencar menjadi dua kelompok.  Masing-masing kelompok beranggotakan dua orang. Satu kelompok berjalan ke arah utara cungkup, sedang satu kelompok lainnya berjalan menuju selatan cungkup.  Masing-masing kelompok mengambil jarak sekitar 5 meter dari cungkup.  Setelah masing-masing kelompok telah mereka hingga pada jarak tersebut, mereka melaksanakan ritual membaca mengkremasi kemenyan sambil membaca mantra-mantra.

Tak berapa usang sehabis ritual mereka mulai, topan dan bunyi gemuruh terdengar, terlihat juga kilatan petir di langit pemakaman, di atas pemakaman bau tanah itu.  Tiba-tiba, dari cungkup itu keluarlah asap tebal dan bunyi lengkingan yang memekakkan telinga. Dari asap tebal itu muncul sebuah benda melayang ke udara, ke arah utara.  Dengan cekatan, si Rabu yang ada di kelompok utara menangkap benda itu dengan kain sarung yang memang telah mereka siapkan untuk menangkap benda itu.  Ya, benda itu yakni satu di antara sepasang Batara Karang yang tinggal di pemakaman bau tanah itu.  Satu telah tertangkap oleh mereka.

Tak berapa usang sehabis benda melayang itu tertangkap, terlihat lagi asap tebal keluar dari cungkup, dan dari asap tebal itu keluar sebuah benda melayang ke arah selatan.  Si Kamis dan Selasa berupaya keras menangkap benda itu namun gagal.  Benda itu melayang ke atas dengan bunyi menggelegar.

 Setelah beberapa saat, suasana kembali hening.  Suara gemuruh tak terdengar lagi, angin berhembus perlahan lagi, di langitpun tak terlihat kilatan petir.  Mereka berempat berkumpul kemudian keluar pemakaman bau tanah itu melalui pintu gerbang.  Mereka berjalan kembali menuju perkampungan.  Kali ini, mereka berjalan dalam kegelapan tanpa penerangan.  Lampu senter yang mereka bawa tak berfungsi.

Hampir dua jam mereka tempuh perjalanan dalam kegelapan, hasilnya hingga juga mereka perkampungan.  Sesampai di perkampungan, mereka berempat menuju kendaraan beroda empat mereka yang  mereka tinggalkan di pinggir jalan, kemudian mereka pulang ke Majalaya, tempat asal mereka.

Siang telah berlalu, tibalah malam pertama Batara Karang yang berhasil mereka tangkap itu tnggal di sebuah rumah di sebuah desa kecil di Majalaya.  Empat orang kawanan penangkap batara Karang sedang berkumpul di ruang tamu, sedang sang Batara Karang ditempatkan di salah satu kamar rumah itu.

Tepat pukul 12 malam, ketika mereka berempat hendak tidur, tiba-tiba terdengar bunyi bergemuruh, topan mendobrak dan mendobrak pintu rumah yang tertutup. Setelah pintu terbuka, dengan angin kencang, sebuah benda melayang  memasuk rumah dengan bunyi menggelegar. Rabu berupaya menangkap benda itu yang tak lain yakni satu Batara Karang yang belum tertangkap kemarin malam.  Namun Batara Karang itu terlalu besar lengan berkuasa bagi Rabu. Dengan topan dan panas, Batara Karang itu menghempaskan Rabu ke sudut ruang tamu, kemudian menerobos mendobrak pintu kamar tempat satu Batara Karang yang telah tertangkap Kemarin malam.  Kedua Batara Karang itu pergi melayang, dengan iringan bunyi keras yang memekakkan telinga, mereka kembali ke alamnya.

Setelah itu, tiga anggota kawanan itu membantu Rabu yang  tertelungkup di sudut ruang tamu alasannya yakni terhempas oleh serangan Batara Karang. Naas, Kamis sudah ternyata sudah tidak bernyawa lagi dengan dada ibarat terbakar dengan mata mendelik dan lisan terbuka.  Kamis yakni anggota kawanan yang berhasil menangkap satu Batara Karang di pemakaman kemarin malam.  Dia menghembuskan nafas terakhirnya  oleh serangan Batara Karang.